Di
usianya yang baru menginjak 25 tahun, Vidia Chairunnisa sukses
berwirausaha di bidang pembuatan tas. Mulai membangun usaha sejak
Agustus 2009, Vidia kini dikenal sebagai produsen tas dengan merek
Gembool.
Di bawah bendera usaha CV Gembool Mulai Jaya, ia dapat memproduksi
hingga 1.300 tas per bulan. Dengan jumlah produksi sebanyak itu, omzet
yang masuk kantongnya berkisar antara Rp 300 juta-Rp 320 juta per
bulan. “Laba bersih saya sekitar 20%-30% dari omzet,” katanya.
Atas kinerja usahanya itu, ia sempat masuk menjadi salah satu finalis Joytea Grean Sosro Youth Business Competition (YBC) 2011.
Vidia sebetulnya sudah tidak asing dengan bisnis tas. Sebelum menjadi pengusaha tas, ia sempat menjadi distributor tas impor yang dijualnya secara retail di sebuah mal di Bogor. Aktivitas itu dijalaninya dari Januari hingga Agustus 2009.
Selama delapan bulan berjualan tas, ia rajin mempelajari pasar sekaligus mengenali kelebihan dan kelemahan tas impor tersebut. Begitu tahu peluang pasar bisnis ini begitu besar, ia memberanikan diri terjun ke bisnis ini dengan membuka usaha sendiri. “Saya melihat tas impor maju karena mengikuti tren mode. Padahal kualitasnya tidak terlalu hebat dibanding lokal,” ujarnya.
Berbekal modal Rp 24 juta, ia mendirikan semacam bengkel pembuatan tas yang bermarkas di Bogor, Jawa Barat. Di awal usahanya, ia mendapat order pertama senilai Rp 300.000. “Saat itu saya senang sekali karena produk saya laku di pasaran,” ungkapnya
Nah, setelah hampir tiga tahun berjalan, usaha pembuatan tasnya kini semakin berkibar. Dengan dibantu 25 karyawan, ia sukses memasarkan tas buatannya hingga berbagai daerah di Indonesia.
Setidaknya sudah ada 40 reseller yang memasarkan tas Gembool secara online hingga ke berbagai daerah. “Distribusi tas Gembool sudah ke mana-mana, dari Aceh hingga Papua kami punya reseller,” ungkapnya.
Penjualan reseller ini menyumbang sekitar 15%-30% dari total omzetnya saat ini. Ke depan, ia berencana untuk memperbanyak jumlah reseller-nya. “Saya berharap bisa memiliki 100 reseller,” ujarnya.
Tas yang diproduksi Vidia adalah tas untuk kalangan muda dari usia 14 tahun hingga 30 tahun. Karena menyasar anak muda, tas tersebut dibuat dengan beragam variasi model, seperti selempang, ransel, hingga tas pesta. Tas-tas tersebut dibanderol mulai dari Rp 99.000-Rp 225.000 per buah
Menurutnya, model dan pilihan warna tas untuk kalangan muda harus dinamis dan beragam. Maka itu, Vidia rajin menampung kritik dan masukan dari pelanggannya.
Sudah Sejak Kecil
Menapaki dunia bisnis di usia muda bukanlah perkara gampang. Namun, bagi Vidia Chairunnisa, pemilik CV Gembool Mulia Jaya, usia muda dan minim pengalaman bukanlah halangan untuk terjun ke dunia bisnis.
Ketidaktahuan tentang medan bisnis justru dijadikan ajang untuk belajar. Menurutnya, belajar bisnis tak harus ditempuh melalui pendidikan formal. “Tapi juga bisa diperoleh atas dasar inisiatif sendiri,” ujarnya.
Inisiatif itu juga yang mendorongnya terjun ke dunia bisnis. Apalagi ia telah terbiasa berjualan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).Saat masih SD, ia berinisiatif berjualan jepitan rambut kepada teman-teman sekolahnya.
Hal itu dilakukannya untuk menambah uang saku yang dianggap kurang. “Saya suka jajan, uang saku kala itu tak cukup jadi kepikiran buat dagang untuk menambah uang jajan,” kisahnya.
Naluri berdagang Vidia berlanjut saat ia mengecap bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berkenalan dengan salah seorang teman ibunya, Vidia mengajukan diri untuk memasarkan berbagai produk fesyen, seperti pakaian tidur dan busana muslim. Kegiatan ini dilakukan tanpa sepengetahuan sang ibu.
Ia pun menjual produk fesyen itu secara door to door. Karena bisa menjual dalam jumlah banyak, maka komisi yang didapatnya juga lumayan besar. “Saya lupa berapa bayarannya, tapi yang jelas saya bisa membeli ponsel dari hasil tersebut,” kenangnya.
Tapi sayangnya, kebiasaan berdagang itu harus terhenti kala kedua orang tuanya mengetahui aktivitasnya itu. Lantaran takut mengganggu prestasi di sekolah, ia pun dilarang berjualan lagi.
Demi menghormati orang tuanya, Vidia terpaksa memenuhi permintaan tersebut. Namun, ia tetap bertekad suatu saat kelak harus menjadi pebisnis, bukan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) seperti keinginan orang tuanya.
Tahun 2005, setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Lombok, ia pun melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama kuliah inilah, jiwa bisnisnya kembali tumbuh.
Di masa awal-awal kuliah, ia memutuskan untuk berjualan mutiara. “Saat itu ada beberapa teman yang mencari mutiara,” ujarnya.
Semua pesanan temannya itu, ia tampung. Saat pulang ke rumah orang tuanya di Lombok, ia pun mencari mutiara tersebut dari beberapa perajin yang ada di Lombok. “Jadi saya tidak menyetok, semua sesuai pesanan,” ujarnya.
Mutiara tersebut dijualnya mulai dari harga Rp 160.000 per butir. Ia mengambil margin lebih dari 50%. Meski tergiur dengan margin yang tinggi, tapi Vidia menganggap bisnis mutiara sangat segmented dan sulit dipasarkan.
Akhirnya di 2009, Vidia memutuskan untuk berbisnis tas. Bisnis yang akhirnya bisa mengangkat namanya sebagai pengusaha muda yang sukses.
Sumber : http://pebisnismuslim.com
Atas kinerja usahanya itu, ia sempat masuk menjadi salah satu finalis Joytea Grean Sosro Youth Business Competition (YBC) 2011.
Vidia sebetulnya sudah tidak asing dengan bisnis tas. Sebelum menjadi pengusaha tas, ia sempat menjadi distributor tas impor yang dijualnya secara retail di sebuah mal di Bogor. Aktivitas itu dijalaninya dari Januari hingga Agustus 2009.
Selama delapan bulan berjualan tas, ia rajin mempelajari pasar sekaligus mengenali kelebihan dan kelemahan tas impor tersebut. Begitu tahu peluang pasar bisnis ini begitu besar, ia memberanikan diri terjun ke bisnis ini dengan membuka usaha sendiri. “Saya melihat tas impor maju karena mengikuti tren mode. Padahal kualitasnya tidak terlalu hebat dibanding lokal,” ujarnya.
Berbekal modal Rp 24 juta, ia mendirikan semacam bengkel pembuatan tas yang bermarkas di Bogor, Jawa Barat. Di awal usahanya, ia mendapat order pertama senilai Rp 300.000. “Saat itu saya senang sekali karena produk saya laku di pasaran,” ungkapnya
Nah, setelah hampir tiga tahun berjalan, usaha pembuatan tasnya kini semakin berkibar. Dengan dibantu 25 karyawan, ia sukses memasarkan tas buatannya hingga berbagai daerah di Indonesia.
Setidaknya sudah ada 40 reseller yang memasarkan tas Gembool secara online hingga ke berbagai daerah. “Distribusi tas Gembool sudah ke mana-mana, dari Aceh hingga Papua kami punya reseller,” ungkapnya.
Penjualan reseller ini menyumbang sekitar 15%-30% dari total omzetnya saat ini. Ke depan, ia berencana untuk memperbanyak jumlah reseller-nya. “Saya berharap bisa memiliki 100 reseller,” ujarnya.
Tas yang diproduksi Vidia adalah tas untuk kalangan muda dari usia 14 tahun hingga 30 tahun. Karena menyasar anak muda, tas tersebut dibuat dengan beragam variasi model, seperti selempang, ransel, hingga tas pesta. Tas-tas tersebut dibanderol mulai dari Rp 99.000-Rp 225.000 per buah
Menurutnya, model dan pilihan warna tas untuk kalangan muda harus dinamis dan beragam. Maka itu, Vidia rajin menampung kritik dan masukan dari pelanggannya.
Sudah Sejak Kecil
Menapaki dunia bisnis di usia muda bukanlah perkara gampang. Namun, bagi Vidia Chairunnisa, pemilik CV Gembool Mulia Jaya, usia muda dan minim pengalaman bukanlah halangan untuk terjun ke dunia bisnis.
Ketidaktahuan tentang medan bisnis justru dijadikan ajang untuk belajar. Menurutnya, belajar bisnis tak harus ditempuh melalui pendidikan formal. “Tapi juga bisa diperoleh atas dasar inisiatif sendiri,” ujarnya.
Inisiatif itu juga yang mendorongnya terjun ke dunia bisnis. Apalagi ia telah terbiasa berjualan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).Saat masih SD, ia berinisiatif berjualan jepitan rambut kepada teman-teman sekolahnya.
Hal itu dilakukannya untuk menambah uang saku yang dianggap kurang. “Saya suka jajan, uang saku kala itu tak cukup jadi kepikiran buat dagang untuk menambah uang jajan,” kisahnya.
Naluri berdagang Vidia berlanjut saat ia mengecap bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berkenalan dengan salah seorang teman ibunya, Vidia mengajukan diri untuk memasarkan berbagai produk fesyen, seperti pakaian tidur dan busana muslim. Kegiatan ini dilakukan tanpa sepengetahuan sang ibu.
Ia pun menjual produk fesyen itu secara door to door. Karena bisa menjual dalam jumlah banyak, maka komisi yang didapatnya juga lumayan besar. “Saya lupa berapa bayarannya, tapi yang jelas saya bisa membeli ponsel dari hasil tersebut,” kenangnya.
Tapi sayangnya, kebiasaan berdagang itu harus terhenti kala kedua orang tuanya mengetahui aktivitasnya itu. Lantaran takut mengganggu prestasi di sekolah, ia pun dilarang berjualan lagi.
Demi menghormati orang tuanya, Vidia terpaksa memenuhi permintaan tersebut. Namun, ia tetap bertekad suatu saat kelak harus menjadi pebisnis, bukan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) seperti keinginan orang tuanya.
Tahun 2005, setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Lombok, ia pun melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama kuliah inilah, jiwa bisnisnya kembali tumbuh.
Di masa awal-awal kuliah, ia memutuskan untuk berjualan mutiara. “Saat itu ada beberapa teman yang mencari mutiara,” ujarnya.
Semua pesanan temannya itu, ia tampung. Saat pulang ke rumah orang tuanya di Lombok, ia pun mencari mutiara tersebut dari beberapa perajin yang ada di Lombok. “Jadi saya tidak menyetok, semua sesuai pesanan,” ujarnya.
Mutiara tersebut dijualnya mulai dari harga Rp 160.000 per butir. Ia mengambil margin lebih dari 50%. Meski tergiur dengan margin yang tinggi, tapi Vidia menganggap bisnis mutiara sangat segmented dan sulit dipasarkan.
Akhirnya di 2009, Vidia memutuskan untuk berbisnis tas. Bisnis yang akhirnya bisa mengangkat namanya sebagai pengusaha muda yang sukses.
Sumber : http://pebisnismuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar